Oi Manado Berziarah di Makam Tuanku Imam Bonjol, Hingga Cerita Penyebaran Umat Muslim

Manado-Badan Pengurus Kota (BPK) Organisasi Masyarakat (Ormas) Oi Kota Manado berziarah di makam Muhammad Syahab atau dikenal sebagai pahlawan Indonesia: Tuanku Imam Bonjol, Desa Lotta, Kecamatan Pineleng, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, Minggu (29/01/2023) kemarin.

Seperti peziarah lainnya, anggota BPK Ormas Oi Manado ini datang untuk melihat tempat bersejarah peribadatan Tuanku Imam Bonjol, kemudian mendoakan dan menghamburkan bunga beserta air yang disediakan oleh penjaga makam tersebut dari keturunan kelima pengawalnya itu.

Ketua BPK Oi Manado, Mustofa Hasan ketika diwawancarai awak media, Senin (30/01/2023). Dirinya mengatakan, memilih berziarah di makam Tuanku Imam Bonjol menjadi bagian dari agenda tahunan kedepannya BPK Oi Manado. Khususnya, di bulan kelahiran Tuanku Imam Bonjol ini, yakni Januari.

“Perlu diketahui Tuanku Imam Bonjol lahir pada tanggal 1 Januari 1772 dan wafat 6 November 1864. Jika dihitung-hitung umurnya saat ini sudah mencapai 251 tahun,” tuturnya sembari menyebut agenda berziarah menjadi program awal BPK Oi Manado di tahun 2023.

Ia menambahkan, berziarah bukan saja datang untuk mendoakan, melainkan belajar atau mengingat kembali sejarah dan perjuangan dari Tuanku Imam Bonjol ini.

“Semoga kegiatan bisa dilaksanakan setiap tahunnya. Biar kita tidak lupa akan pengorbanan para pahlawan yang memulai perjuangan di Indonesia dengan gigih meski harus diasingkan jauh dari tanah kelahirannya,” cetusnya.

Terpantau media, sebanyak 11 anggota BPK Oi Manado datang berziarah.

Bagaimana kerukunan agama dan Islam masuk di Desa Lotta, Kecamatan Pineleng, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara.

Duduklah seorang yang tua itu di rumahnya yang berdampingan langsung dengan makam Tuangku Imam Bonjol. Sesekali ia berdiri dari tempat duduknya itu, ketika ada masyarakat yang datang berkunjung ke makam Tuanku Imam Bonjol itu. Lelaki tua itu adalah keturunan kelima dari pengawal Tuanku Imam Bonjol Apolos Minggu, yaitu Nurdin Popa (61).

Nurdin Popa merupakan keturunan dari Apolos Minggu anak dari pasangan Ainun Minggu dan Abudulah Popa, yang di mana kaka beradiknya diperintahkan oleh ibunya untuk terus menjaga dan merawat makam Tuanku Imam Bonjol ini.

“Hal yang paling saya senangi saat menjaga dan merawat makam Tuanku Imam Bonjol ini adalah ketika melihat orang berdatangan untuk berziarah,” ungkapnya kepada awak media sembari mengungkapkan rasa kebanggaannya bahwa pemerintah juga masih mengijinkan dan mempercayakan mereka sekeluarga untuk merawat dan menjaga makam Tuanku Imam Bonjol itu.

Menurutnya, mereka yang datang berziarah berarti ada kerinduan untuk mendoakan Tuangku Imam Bonjol ini. “Yang datang berziarah itu kebanyakan di hari libur seperti Sabtu, Minggu dan malam jumat,” ucapnya.

“Adapula tamu-tamu dari diluar Kota Manado yang datang berkunjung untuk berziarah, begitupun dengan keluarga dari Tuangku Imam Bonjol ini,” ujarnya.

Sedikit cerita tentang Tuangku ini, kata Popa, Imam Bonjol ini dari Bukit tinggi Sumatra Barat di Desa Imam Bonjol. imam di kampung Bonjol. Jadi Bonjol itu adalah nama sebuah kampung. Terus pertanyaannya kenapa ia diasingkan kesini, karena daerah ini dahulunya belum ada Islam. Supaya ia tidak bisa melakukan pergolakan atau perlawanan lagi, yang pada umumnya daerah sini adalah Nasrani.

“Tetapi, bersyukur alhamdulilah dengan adanya beliau (Tuanku Imam Bonjol) kita ada Islam di sini, dikarenakan pengawalnya kawin dengan orang sini, yaitu Menci Parengkuan. Parengkuan ini merupakan perempuan nasrani di Desa Lotta ini. Yang akhirnya, masuk Islam pada saat itu. Dan pada masa Imam Bonjol itu. Makin banyak pula umat muslim di Desa Lotta ini, dan dari saat itu pula kedamaian antara umat muslim dan nasrani kokoh hingga saat ini,” kata Popa.

“Ketika Tuanku Imam Bonjol meninggal dunia Desa Lotta terkena wabah penyakit malaria. Tidak tahan dengan terpaan penyakit malaria ini, sebagian umat muslim berpindah tempat dari Desa Lotta ke Desa Pineleng. Pineleng dalam bahasa daerah adalah pilihan, kemudian disitu banyak terjadi penyebaran ajaran muslim,” imbuhnya.

Setelah terjadi perpindahan penduduk itu, umat muslim yang tersisa di Desa Lotta hingga saat ini berjumlah 50 Kepala Keluarga.

“Selain itu, ada pula cerita tentang batu yang letaknya dibelakang makam Tuangku Imam Bonjol itu. Pada saat Tuanku Imam Bonjol diasingkan di Desa Lotta, saat itu juga tidak ada fasiltas mushola. Jadi dia, melakukan Sholat di batu besar itu, yang saat ini menjadi salah satu tempat kunjungan orang-orang untuk berziarah,” sahut Popa.

Ketika ditanya bentuk perhatian apa yang diberikan pemerintah kepada dirinya dan keluarganya selamat ini dalam menjaga dan merawat makam Pahlawan Indonesia: Imam Bonjol ini. Dia menyebut, bahwa dirinya mendapatkan uang sebesar 1 juta perbulannya dari Dinas Kebudayaan Gorontalo. Saat ditanya lagi soal perhatian dari Pemerintah Sulut, dia menjawab belum ada.

Komentar