Konsep “Kasih” Bagi Generasi Milenial di Era Digital Menurut Naressy, Ayo Simak !

Netizensulut.com, Manado – Konsep kasih seperti apa yang cocok diterapkan bagi generasi milenial, di era digitalisasi seperti saat ini ? Simak Penjelasannya.

“Konsep Kasih bagi Generasi Milenial di Era Digital”

by

Costantinus Naressy, S. Fils., M.Pd

Topik “kasih” adalah sebuah konsep primadona di semua kalangan yang selalu menggelitik rasa. Konsep kasih ini sudah banyak diperbincangkan oleh pakar-pakar dalam berbagai disiplin ilmu, namun sampai saat ini tidak ada definisi tetap dan pasti tentang kasih.

Ilmu Alamiah Dasar dan Ilmu Sosial Budaya Dasar memberikan penjelasan bahwa dunia diciptakan dari ‘Sang Ada’ atas dasar kasih. ‘Sang Ada’ adalah kasih dan kasih itu diwujudkan dalam dunia ciptaan dalam karya ciptaan. Kasih paling sempurna dari Sang Ada bagi dunia ciptaan terwujud dalam diri makhluk yang disebut manusia.

Maka hakikat kasih dalam konteks ini adalah Sang Ada/Pencipta itu sendiri atau sering disebut dengan istilah: “Deus Caritas Est.” Dalam bidang lain, kasih didefinisikan sebagai hidup bahagia (Eudamonia) oleh Aristoteles yang hampir sama dengan pandangan Thomas Aquinas bahwa kasih adalah sumber kebahagiaan. Arti lain dari kasih yang sering didengar antara lain adalah: kasih itu sabar, murah hati, lemah lembut, rela menderita, tidak memegahkan diri dan lain sebagainya.

Zaman modern pun kita sering mendengar musisi menciptakan karya lagu tentang kasih dan penjelasan mengenai hakikat kasih dengan berbagai definisi yang tergambar dalam syair lagunya, contohnya Peterpan yang menyebutkan bahwa kasih adalah sahabat.

Nah, sampai di sini kita bisa memiliki sedikit gambaran mengenai kasih, namun pertanyaan yang disodorkan di atas adalah di era modern ini model konsep kasih seperti apa yang cocok diterapkan?

Bagi saya konsep kasih itu bukan ilmu tetapi hidup yang dihidupi, karena kasih merupakan sumber hidup. Sejatinya, kasih itu ada dan hidup di dalam diri setiap manusia sebagai citra Sang Ada. Manusia bisa mengeluarkan potensi kasih itu dari dalam dirinya dengan cara beradanya dia. Kasih itu muncul dari inti terdalam manusia yang mendorong manusia untuk melakukan suatu tindakan.

Ada yang mengekspresikan Kasih dengan memberikan bunga, ada yang mengekspresikan kasih dengan memberikan cincin, perhiasan, rumah mewah atau mobil dan lain sebagainya, tetapi ada juga yang mengekspresikan kasih dengan menangis, masuk penjara demi kasih untuk seseorang, dan lain sebagainya.

Aplikasi konsep kasih ini bisa berkembang dan dipraktekkan oleh manusia sesuai dengan tempat dan waktu di mana seseorang itu ada. Lingkungan akan membentuk seseorang untuk memahami dan melaksanakan kasih dalam hidup. Kasih seseorang yang hidupnya di kota pasti berbeda cara penerapan-Nya dengan kasih seorang yang di pedesaan. Kasih seorang petani penerapan-Nya akan berbeda dengan kasih seorang anak bupati atau pengusaha.

Di era digitalisasi kaum milenial memiliki cara tersendiri dalam mengungkapkan kasih. Handphone menjadi sarana yang paling sering digunakan untuk mengungkapkan kasih. Kadangkala dengan alasan kasih, sering terjadi penyimpangan dalam pergaulan. Sebagaimana latarbelakang tema ini dibahas; bahwa dasar pertanyaan ini adalah dari banyaknya informasi yang beredar di media sosial terkait pelecehan seksual, maraknya generasi milenial yang terlibat dalam kasus kriminal, bullying, konten-konten tidak berbobot seperti hidup hedon sangat banyak dimedsos dan masih banyak lagi yg berkaitan dengan generasi milenial.

Oleh karena itu ada juga yang mendefinisikan kasih sebagai luka dan derita. Mother Teresa dari Kalkuta menyebutkan bahwa kasih itu rela menderita dan kasih sejati itu adalah ketika mencintai sampai terluka.

Sampai di sini kita menemukan bahwa kasih hakikatnya ideal namun kadangkala penerapan-Nya ada yang cenderung melalui perilaku menyimpang. Persoalan ini memang butuh kajian dan penelitian sosial-psikologis mengenai aktualisasi kasih dalam perilaku hidup manusia, namun bahwa fakta adanya aktualisasi kasih jenis ini memunculkan dikotomi.

Hal apa saja yang perlu dihindari oleh generasi milenial dalam kerangka menjalankan kasih?

Secara praktis, menyikapi cara aktualisasi kasih yang menyimpang ini bisa dihindari dengan berbagai cara, diantaranya:

  1. Memperbaiki kebiasaan dan sikap.
  2. Menghindari bentuk pergaulan toxic dan mendekatkan diri pada kegiatan positif.
  3. Mendekatkan diri Pada Tuhan/Allah.
  4. Lingkungan keluarga yang kondusif; dan
  5. Lingkup masyarakat dan budaya hidup.

Kelima hal ini menjadi jalan yang terbuka bagi perubahan paradigma, makna kasih dalam sikap hidup. Bagaimana hal ini bisa dilakukan? Hal ini hanya bisa terjadi dan dilakukan dengan bantuan orangtua.

Apa peran orangtua atau yang dituakan di tengah keterbukaan informasi seperti saat ini ?

Bagi orangtua yang harmonis pembentukan dan pengawasan kebiasaan anak dalam bergaul akan bisa dilakukan dengan mudah melalui teladan hidup kasih dan pengawasan pola pergaulan anak. Namun akan menjadi sulit bagi anak yang orangtuanya broken home. Hal ini mengingat daya pertimbangan moral anak dipengaruhi faktor usia sebagaimana pemikiran Lawrence Kholberg mengenai tahap perkembangan moral anak. Prinsipnya adalah orang tua atau yang dituakan menjadi teladan hidup kasih. Kasih akan tumbuh dengan baik dan benar melalui keteladanan hidup orangtua dan dituakan. Teladan hidup orangtua menjadi Caritas Spermatikos atau benih kasih bagi praktek kasih anak muda dalam pergaulan.

baca juga:

Komentar